” Gembira Pulang Kampung “
Oleh : MN.Ardiansyah
Pengasuh Pesantren Royatul Qur’an
Pulang kampung adalah perjalanan dari tempat perantauan untuk kembali ke tempat asal atau kelahiran.
FENOMENA mudik atau pulang kampung di Indonesia setiap tahun, khususnya di saat menjelang Idul Fitri memang sangat menarik perhatian umum.
Bahkan untuk kegiatan ini, semua lapisan masyarakat terfokus padanya, anggota polisi dan TNI pun di terjunkan untuk memberikan pengamanan . Bahkan presiden ikut turun tangan menginstruksikan jajarannya agar memberi kenyamanan bagi setiap pemudik, TV, Radio,surat kabar memberitakan setiap peristiwa kepada pemirsa, walapun masih suasana pandemi covid 19 dimana persyaratan pulang kampung diperketat, namun demikian tidak menyurutkan kaum muslimin untuk pulang kampung, buktinya kita bisa saksikan pelabuhan ramai, station kereta api membludak , bahkan tiket pesawat ludes. Tidak jarang kita dengar ada saja tumbal saat pulang kampung karna tabrakan kendaran atau kejahatan jalanan Subhanallah.
Setahu penulis, tidak ada peristiwa semacam ini yang paling fenomenal di dunia selain di negeri kita walau suasana masih diselimuti pandemi copid 19, pulang kampung tetap jadi daya tarik tersendiri .
Kesalahan sikap pulang kampung
1.MEMAKSAKAN DIRI
Seiring antusiasnya untuk pulang kampung di saat Hari Raya Idul Fitri, kita dapati banyaknya kaum muslimin yang memaksakan diri dari tanah perantauan pulang ke tanah kelahiran dengan berhutang kanan kiri, padahal belum pasti bisa mengembalikannya, terlebih bila didalamnya ada praktek riba Naudzubillah, Lebih berbahaya lagi jika kondisi badan tidak sehat keukeuh pulang kampung sehingga bisa saja menularkan virus covid 19 kepada keluarga.
2.MENINGGALKAN SHOLAT
Kesalahan-kesalahan lainnya adalah masih banyak kita dapati para pemudik meninggalkan sholat ketika dalam perjalanan padahal bisa saja sholat dengan cara jama dan qoshor karena kondisi sedang safar, memamerkan kekayaan di kampung halaman, sikap sok sukses, tentu sikap semacam tersebut di larang oleh Allah Subhanahu Wata’ala ini bukanlah tujuan pulang kampung.
3.PULANG KAMPUNG HARUS HARI RAYA
Memang kita paham kebanyak orang pastinya moment hari raya khususnya idul fitri adalah waktu yang tepat untuk pulang kampung dengan pertimbangan liburan panjang juga karena itulah waktu budaya pulang kampung,sebenarnya bisa juga di hari yang lain atau moment lain yang di rencanakan Insa Allah akan lebih nyaman.
Jadikan Ibadah
Pulang kampung bisa saja bernilai ibadah jika niat kehadirannya karena Allah Subhanahu Wata’ala.
Jika dengan pulang kampung membuat bahagia kedua orang tua, memanjangkan silaturrahim, menambah rasa kasih sesama kita dan tentunya keadaan kita juga mampu melakukannya, maka pulang kampung harus menjadi tradisi kita,tapi ingat pulang kampung tidak mesti saat moment lebaran saja.
Hal ini bisa termasuk dalam firman Allah Subhanahu Wata’ala;
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.”
(QS. Al – Isro: 23).
Dan senada dengan itu sabda Rosulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam:
أَنَّ رَجُلًا قَالَ : يا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي بِمَا يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ وَيُبَاعِدُنِي مِنَ النَّارِ فَقَالَ النَّبِيُّ : لَقَدْ وُفِّقَ أَوْ قَالَ لَقَدْ هُدِيَ كَيْفَ قُلْتَ ؟ فَأَعَادَ الرَّجُلُ فَقَالَ النَّبِيُّ : تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ ذَا رَحِمِكَ فَلَمَّا أَدْبَرَ قَالَ النَّبِيُّ : إِنْ تَمَسَّكَ بِمَا أَمَرْتُ بِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Bahwasanya ada seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang bisa memasukkan aku ke dalam Surga dan menjauhkanku dari neraka,” maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh dia telah diberi taufik,” atau “Sungguh telah diberi hidayah, apa tadi yang engkau katakan?” Lalu orang itupun mengulangi perkataannya. Setelah itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun, menegakkan shalat, membayar zakat, dan engkau menyambung silaturahmi”. Setelah orang itu pergi, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika dia melaksanakan apa yang aku perintahkan tadi, pastilah dia masuk Surga”. [dalam Shahîh al-Bukhâri dan Shahîh Muslim, dari Abu Ayyûb al-Anshârî]
Pulang kampung sesunggunya
Walau dalam keadaan capek dan berpayah-payah, coba kita perhatian para pemudik tetap semangat, wajahnya ceria, gembira karna terbayang indahnya kampung halaman. Kenangan manis di masa kecil dan yang terpenting adalah adanya orang – orang yang dicintai, di sana ada ibu, bapak, nenek, kakek, kaka, adik dan keluarga bahkan kawan lama sewaktu kecil, hilanglah rasa lelah dan letih.
Inilah gambaran pulang kampung di dunia begitu menyenangkan, serta antusias menyiapkan perbekalan dengan sungguh – sungguh, mulai dari beli tiket sampai oleh – oleh buat orang terkasih, namun sayang begitu jarang kita menyadari kampung akhirat, kampung kita yang sesungguhnya.
Kampung akherat adalah pulang kampung yang tidak kembali lagi ke dunia, pulang kampung di dunia saja kalau kurang bekal kita was – was, khawatir bahkan gagal pulang kampung, lalu seberapa rindu, seberapa banyak perbekalan kita untuk pulang kampung negri akhirat?
Bilal bin Rabah RA berkata kepada istrinya yang menangis karena beliu terbaring sakit; “Jangan menangis tapi tersenyumlah karna aku akan pulang kampung dan bertemu dengan kekasihku Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan sahabat – sahabatku.” begitu gembiranya beliu Rodiallah Anhu, pun Abu Hurairah Radhiallahu anhu berkata ketika sakit yang mengantarkannya sampai wafat seraya meneteskan air mata.
“Teramat panjang perjalananku namun teramat sedikit perbekalanku, ”
Katanya. Allahu Akbar….
sekelas Abu Hurairah saja mengatakan itu bagaimana dengan nasib kita.
Al -Qur’an menyebutkan :
وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ
“Berbekalah kamu maka sebaiknya bekal adalah ketaqwaan. ” (QS: Baqarah: 197)
Maka bulan Ramadan ini harus bernilai dan membuat kita lebih terlatih, terdidik dalam ketaqwaan yang merupakan tujuan puasa itu sendiri Allah Berfirman :
يا ايهاالذين أمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون
Artinya : Wahai orang – orang yang beriman di wajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah di wajibkan atas orang – orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang yang bertaqwa ( Al – Baqoroh : 183).
Puasa juga menempa kesabaran. Sangat mustahil seorang yang bertaqwa tanpa di iringi kesabaran sebab keduanya merupakan sejoli tak terpisah Allah Ta’ala Berfirman :
ومن يتق ويصبر فان الله لا يضيع اجر المحسنين
Artinya : Barang siapa yang bertaqwa kemudian di bersabar dalam ketaqwaannya maka Allah itu tidak pernah melupakan pahala bagi orang yang melakukan kebaikan. ( Yusuf : 90 )
Ramadanpun adalah latihan kepedulian terhadap sesama, dengan kita lapar,haus diharapkan kita bisa memiliki rasa empati,jiwa yang lembut dan sifat suka menolong, inilah esensi nilai sosial bagi orang yang berpuasa.
Termotivasi dari sabda Nabi Alaihi Wassalam
Artinya: “Muslim yang satu adalah saudara muslim yang lain, oleh karena itu ia tidak boleh menganiaya dan mendiamkannya. Barang siapa memperhatikan kepentingan saudaranya, maka Allah akan memperhatikan kepentingannya. Barang siapa membantu kesulitan seorang muslim, maka Allah akan membantu kesulitannya dari beberapa kesulitannya nanti pada hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah akan menutupi (aibnya) pada hari kiamat.” ( HR.Muslim ).
Batam 13 April 2022